Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Meniupkan Ruh pada Tubuh Puisi

Diperbarui: 12 Desember 2018   17:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(gencgelisim.com)

Cermin
Seperti halnya janin. Berdiam dalam rahim ibunda. Tumbuh dan berkembang secara fisik. Setahap demi setahap. Sampai akhirnya mempunyai rangka dan organ tubuh. Lalu menunggu. Sesuatu yang ajaib untuk menghidupkannya. Satu kali tiupan. Dari Sang Pemberi Ruh.

Begitu pula tubuh puisi. Diam seribu bahasa. Tak berkata tentang makna. Tak berarti apa-apa. Masih murni tersandera. Secara lugas. Tanpa nafas. Sebelum ruh ditiupkan. Oleh sang pereka adegan.

Di sinilah terletak beberapa cara bagaimana meniupkan ruh yang sesuai ke tubuh puisi. Ingat saudara-saudara, sesuai! Bukan tepat!

Sesuai lebih pas diletakkan dalam konteks ini. Karena sesuai mempunyai arti yang pas dan tidak berlebihan maupun berkekurangan. Sedangkan tepat jauh lebih berat. Hanya Dylan yang bisa menanggungnya :).

Kita tak pernah tahu seberapa tepat ruh imaji bagi sebuah tubuh puisi. Itu semua tergantung. Pada seberapa ingin sang pereka menghidupkannya.

Apakah akan menjadikannya raksasa pemarah yang melahap semua emosi ke dalam rahangnya yang besar. Atau berusaha menjadikan puisi itu sebuah sungai kecil yang mengaliri surga dengan bidadari dan malaikat yang mengelilinginya. Atau menuntun sebuah puisi santun yang berjalan ke pelaminan dengan beragam roncean kembang. Atau bisa juga menggiring sebuh puisi eksotis menuju peraduannya yang erotis, seksis, atau bahkan mistis.

Bisa apa saja. Tubuh puisi adalah sebuah adonan akhir kata-kata yang akan diberikan sentuhan nyawa. Oleh si empunya. Jadi biarkan saja. Jangan pernah dicela. Jangan juga dipuja. Toh kita diberikan dengan cuma-cuma untuk membacanya. Kita harus sangat menghargainya.

Ruh Puisi
Ruh puisi kira-kira bisa dikategorikan dalam beberapa macam. Kita tidak perlu bersepakat untuk pengkategorian ini karena barangkali anda punya lebih banyak macam, lebih berwarna dan lebih teoritikal, saya akan terima. Dengan senang hati.

1.   Majas
Majas adalah gaya bahasa. Sebuah bahasa untuk bergaya. Saya lebih suka menyebutnya sebagai gaya umpama. Umpama kertas itu kaca. Umpama langit berairmata. Umpama aku cinta dan kau jera.

Dan berbagai macam lagi umpama yang mampu meliuk-liukkan kata-kata seolah tarian yang gemulai, menghentak dan juga sanggup membunuh! Tidak dalam artinya sebenarnya. Tapi kematian rasa juga menyakitkan bukan?

2.   Tanda baca
Tanda baca memegang peranan penting dalam menghidupkan sebuah puisi. Di sinilah letak penekanan, pertanyaan, keraguan bisa dipetakan dengan titik-titik koordinat yang pas. Titik, koma, tanda seru, tanda tanya, adalah tanda baca umum yang cukup kuat untuk memegang intonasi sebuah puisi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline