Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Adrenalin bagi Aroma Depresi

Diperbarui: 21 November 2018   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Awan gelap menyusu kepada hitam. Menghisapnya sekaligus. Membuatnya tersedak. Dari lehernya yang beronak, bermuntahanlah hujan. Seperti yang diharapkan.

Ribuan adrenalin terbawa butiran-butiran hujan. Menusuk langsung pusat aroma depresi yang mengendap di batang otak. Bisa karena terlalu kelelahan. Atau bisa jadi karena kehilangan banyak keyakinan.

Jelas sekali. Aroma depresi mengalahkan wangi kemangi. Hawa yang didatangkan udara. Lebih mirip hawa kematian yang tertunda. Apakah menuju keranda, atau malah sebaliknya, mengadakan upacara kebangkitan yang paripurna.

Maka, jalan terbaik untuk mengisi kekosongan, adalah dengan melahap semua adrenalin yang tersedia. Sebuas-buasnya. Seperti kucing liar yang berkeliaran di tengah kota. Tanpa ada mata air di dalamnya.

Bogor, 21 Nopember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline