Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Ketika Lautan Dikeringkan Seorang Perempuan

Diperbarui: 17 November 2018   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pada sebuah lautan yang tidak lagi diasinkan garam. Tumbuh bulu mata dan sorot mata suram. Ditanam oleh lebatnya airmata. Dari perempuan yang mempertuan dukanya. Sebagai maharaja.

Gelombang yang ada tidak lagi dilahirkan angin. Namun berasal dari patahnya ingin. Terhadap pemandangan cantik lumba-lumba yang saling berlomba. Tertutupi kehendak melihat badai dan buih ombak saling menimpa.

Warna lautan tak lagi nampak biru. Sebab pada permukaannya dilabur pekatnya abu-abu. Dari sebuah hati yang berenang pada lukanya sendiri. Atas nama kesaksian terhadap rasa kesakitan akan sunyi.

Perempuan itu lupa pada garis tipis yang disebut cakrawala. Padanya terdapat barisan tegas rima. Matahari, kejora dan semua sekutunya.

Perempuan itu lupa pada sebuah tempat yang disebut pesisir. Padanya telah menunggu istana pasir. Sebagai tempat baginya mengadakan perjamuan. Atas hadirnya cinta tak berkesudahan.

Bogor, 17 Nopember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline