Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Lelaki dan Ayahnya

Diperbarui: 7 November 2018   22:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kendati misteri adalah warisan terbesar yang diamanatkan. Oleh ayahnya yang lebih memilih menjadi Elang dibanding Enggang. Lelaki itu tetap mengingat ayahnya sebagai Harimau Jawa.

Lelaki itu masih sanggup membayangkan ketika sejarah masa silam menetes-netes dari air liur ayahnya yang kemudian menggenang dalam kenangan yang hilang. Jejak-jejak pertempuran. Melawan nasib yang tak pernah membawanya pulang.

Juga waktu ayahnya berkisah tentang pesawat yang terjungkal di rawa-rawa. Jauh dari tempat tinggalnya. Yang kemudian disebutnya sebagai kebanggaan. Sanggup menghindar dari setiap desingan.

Lelaki itu mengabaikan sorot mata ayahnya yang setajam ujung bambu. Dia minta itu dahulu. Tapi ayahnya mengatakan kau harus menetapkan perilaku. Seperti batu-batu.

Ditumbuhi lumut tidak untuk menjadi licin. Dijadikan pondasi supaya rumah tidak miring. Menopang gunung untuk tidak menjadi runtuh. Memagari lautan agar pesisir tak sampai rubuh.

Lelaki itu menghela nafasnya yang serupa endapan embun di kaca yang buram. Mengenang ayahnya seperti saat menjerang hujan. Tepat saat kemarau terakhir menjatuhi sudut halaman. Di pelosok hatinya yang muram.

Pekanbaru, 7 Nopember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline