Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi│Rahim Belati dan Pedang

Diperbarui: 21 Oktober 2018   12:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BBC.com

Di meja tempatmu sarapan pagi. Hari ini. Semangkuk kenangan dihidangkan. Kau disarankan mencicipinya. Sebelum diumpankan pada kawanan burung gagak. Ke dalam berita kematian.

supaya kau hapal bagaimana rasanya. Kelak tak meminta lagi. Kenangan sama yang akan kau ratapi kembali.

Untuk kenangan yang arwahnya hendak dicabut. Tak perlu disiapkan permandian, kain kafan, ritual pemakaman, dan juga pekuburan. Kenangan akan menguap dengan sendirinya. Bersama rangkaian kabut. Begitu gunung-gunung menyelesaikan gigil. Dan matahari memanggil.

itu setelah kau bersedia mendinginkan kepala di sana. Di sebuah tempat yang tak lagi menerima pertunjukan drama. Sehingga kau memutuskan membuang sebagian besar skenario di kepala. Ke ngarai terdalam di dunia.

kepalamu akan mendadak ringan. Seringan bunga-bunga kapas yang beterbangan. Mencari alat tenun. Supaya menjadi lembaran-lembaran kain yang berguna. Menyelimuti bayi-bayi yang baru dilahirkan, menyertai para remaja mengaji, dan menghapus butir-butir es yang menempel di dagu para pendaki yang kedinginan.

setelah kenangan berhasil kau buang. Mintalah kepada Tuhan. Khidmat dan pelan. Katakan kepadaNya; Tuhan, aku hanya minta satu hal saja, hapuskan seluruh kenangan di dunia.

dari rahimnya lah lahir belati dan pedang, berikut darah di setiap sisi tajamnya!

Bogor, 21 Oktober 2018

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline