Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Melempar Khayal ke Punggung Kuda

Diperbarui: 16 Oktober 2018   17:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

sepanjang jalan. Aku diiringi hujan. Mengalunkan tetabuhan. Mirip gamelan tapi rasanya seperti gemericik peringatan. Ini sudah malam. Kalau kau masih ingin bermain dengan matahari. Tunggulah sampai esok pagi.

pantas saja aku dituduh demikian. Itu membuatku tersentak. Di dalam benak, aku sedang membersihkan onak. Membakarnya dengan bantuan cahaya matahari. Aku simpan sejak siang hari. Di dalam keinginan yang jumlahnya berpeti-peti.

di antara hujan yang membelukar. Menyemaki lorong-lorong kota besar. Aku meniupkan panggilan samar. Kepada para ibu yang sedang menyusui bayinya. Agar tak lupa berdoa. Air susu sekarang mirip air tuba. Jangan sampai bayinya menjelma menjadi raksasa. Melahap apa saja.

di antara sinar lampu yang menjatuhi jalanan seadanya. Aku melemparkan khayal ke punggung kuda. Biar berlari secepatnya. Sampai di manapun itu bukan perkara. Bagiku, khayalan adalah kebebasan. Bukan sekedar keinginan yang ditaburi garam. Supaya menjadi kelezatan.

khayalan, sesungguhnya adalah sebuah hologram. Bisa saja terjadi. Bisa juga terlampir mati.

Jakarta, 16 Oktober 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline