Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi│Sedekat Mata pada Pelupuknya

Diperbarui: 14 Oktober 2018   08:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

cuma pagi yang bisa begini. Dalam gigilnya masih sempat memanggungkan kelakar tentang matahari. Terlambat sedikit saja, kau hanya akan menyaksikan aku tergelepar mati. Kedinginan. Terperangkap jauhnya lamunan.

matahari hanya tersenyum. Melemparkan kehangatan suam-suam. Pagi adalah kekasihnya yang paling manja. Cuma hangat yang dipintanya. Tak lebih dari itu. Dan matahari punya itu.

deretan embun mempersembahkan pawai yang aneh, unik dan menarik. Berbaris di dahan, jatuh satu persatu dengan riang, pecah di rerumputan, menguap dalam bentuk kebahagiaan.

sesederhana itu saja. Itupun jika ada yang menyadarinya. Bahagia ternyata dekat. Sedekat mata pada pelupuknya.

Palembang, 14 Oktober 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline