Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Menyusun Kata dan Berkirim Doa

Diperbarui: 8 Oktober 2018   22:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pada dada gunung itu kau menyandarkan kelelahan
setelah sekian lama kau rebus sendiri dalam pikiran
menyerupai kawah, lavanya merah meruah
tak beda dengan sawah, lumpurnya hitam tertumpah-tumpah

lava itu caramu berjalan
menyusur setapak sambil bergumam
seandainya merah meruah itu adalah keberanian
sudah lama aku merajam kesunyian

lumpur itu caramu berdiam
merenungi setiap titik perjalanan
dengan beberapa persinggahan
kesemuanya adalah jebakan mematikan

Pada bibir lautan itu kau melepaskan segenap teriakan
gelegarnya melebihi tabrakan karang
mirip titanic yang cepat sekali tenggelam
namun menyisakan teramat banyak kesakitan

titanic itu pada mulanya setangguh keinginan
melayari setiap pelabuhan yang disinggahi
dengan memberi tanda mata
suka cita dari puncak mimpi

kesakitan itu lebih akrab dari seorang sahabat
menjadi pori-pori yang menguras setiap tetes keringat
menjadi sepasang lubang hidung yang menguapkan nafas tersendat
atas segala takdir yang dulunya sering kau anggap sebagai siasat

Pada apa sekarang kau hendak melemparkan pinta
agar cinta tak pergi begitu saja
pada langit yang kini begitu sulit didaki?
atau pada bumi yang kehabisan tanah untuk digali?

Kepada Tuhan? Itu bukanlah sekedar pinta
segeralah menyusun kata dan berkirim doa

Palembang, 8 Oktober 2018

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline