Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Predikat Seorang Pecinta Sempurna

Diperbarui: 3 Oktober 2018   10:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Bila pada suatu ketika kau merindu, namun kau tak tahu bagaimana cara yang benar untuk merasakannya, maka kau harus belajar pada tanah yang retak karena kemarau. Bagaimana kuatnya dia merindukan hujan. Merasakannya seolah-olah nafas sudah di ujung badan.

Sama sekali tidak gampang merenangi putus asa. Gapaian tanganmu hanya akan membuatmu semakin tenggelam saja. Lebih mudah jika kau berkelindan di antara batu dan bata. Luka tapi tetap berdaya.

Bila suatu saat kau lupa bagaimana cara yang tepat untuk menyampaikan perasaanmu kepada bulan tentang purnama. Atau kepada matahari tentang gerhana. Atau kepada bumi tentang gempa. Maka kau harus belajar pada burung Dekuk. Di setiap suaranya yang mengantarkan berita kematian, dia tetap tak meninggalkan malam. Selain keharusan, itulah bentuk lain kerinduan.

Begitulah derita bila kita ingin memahami semua hal. Sementara kita masih saja selalu berperihal atas datangnya derita.

Jika kau kesulitan memahami apa sesungguhnya sunyi yang berduri, maka cobalah untuk menelan pahitnya cinta yang mati. Tenggorokanmu akan memborokkan cuka. Terasa asam sampai ke tulang sungsum yang ada.

Tapi jika kau tahu apa makna sebenarnya dari cinta seorang pertapa kepada Tuhannya, atau seorang ibu kepada anaknya, atau seorang lelaki kepada wanitanya, dan juga sebaliknya, maka kau sudah bisa dinyatakan lulus dan berhak menyandang predikat sebagai seorang pecinta yang sempurna

Jakarta, 3 Oktober 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline