Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Seorang Perempuan dan Burung Kenari

Diperbarui: 30 September 2018   09:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Perempuan itu menyeduh kopi panas di pagi yang dingin. Membubuhkan tuba sebagai pemanis rasa hidupnya yang berangin. Dia tak ingin apa-apa. Selain berdansa dengan hujan yang tak kunjung tiba. Di setiap bulirnya dia yakin akan dibasahi bahagia.

Seekor kenari sedari tadi menjadi saksi. Mengamati. Perempuan itu sesungguhnya hanya lupa. Bahagia tak jauh darinya. Di lembaran-lembaran puisi yang menyertai setiap dengkurnya. Di bait-bait sajak yang menemaninya setiap kali nafas dieja.

Perempuan itu meraih putus asa di gagang cawan. Berusaha meminumnya dalam sekali tegukan. Ini pahit yang terakhir. Sebelum dia memaksakan datangnya takdir.

Burung kenari itu terperanjat. Melesat bagaikan kilat. Cawan itu terjatuh. Kepingannya menyentuh hati perempuan itu yang seketika luruh. Jika semua keyakinannya runtuh. Untuk apa selama ini menggunungkan peluh. Demi buah hati. Demi kedatangan mimpi yang sangat dinanti.

Perempuan itu bangkit berdiri. Sembari mendidihkan hati. Mengepalkan tatapan. Menyalakan senyuman.

Dunia ini terlalu kecil untuk diratapi. Lebih baik dia memanggang matahari. Bagi kehangatan anak-anak yang nyaris kehilangan harapan. Setelah disungkurkan oleh takdir kesendirian.

Bogor, 30 September 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline