Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Airmata Tumbuh di Vas Bunga

Diperbarui: 26 September 2018   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah saatnya. Airmata tumbuh di vas bunga. Tepat ketika duka memasuki keranda. Pergi dengan sukarela ke pemakamannya.

Belum masanya. Airmata menjadi lukisan di dinding museum. Atau menjadi menjadi gladiator di coloseum. 

Airmata tetaplah bulir-bulir rahasia dari mata dengan semua alasannya. Pelik ataupun sederhana.

Hei kau, jangan buang airmatamu secara percuma. Simpan baik-baik di sumur atau telaga. Alirkan hanya jika ada kebanggaan, atau bila terjadi keharuan. Bukan selalu mengatasnamakan kedukaan.

Tanam benih-benih airmatamu di vas bunga. Sirami dengan kekuatan hati. Besarkan dengan kesungguhan. Pada saatnya, airmatamu akan mulai kuncup lalu berbunga.  Menyiarkan wangi kemana-mana.

Wanginya akan sampai pada penciuman orang-orang yang sedang meratapi sunyi. Bergegaslah mereka bangkit dan terjaga. Menjajarkan vas bunga di beranda. Menanaminya dengan airmata.

Bunga-bunga airmata kemudian semerbak di mana-mana. Memberi makan orang-orang kelaparan. Menyudahi sekian banyak peperangan. Mentertawakan setiap kematian. Merayakan segala kelahiran.

Airmata yang tumbuh di vas bunga. Kurang lebihnya adalah doa-doa yang meluncuri angkasa. Menjadi awan. Menurunkannya dalam bentuk hujan. Menghapus pupus debu kenangan, dari menguarnya segala macam kesedihan.

Jakarta, 26 September 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline