Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi│Negeri Para Manekin

Diperbarui: 23 Agustus 2018   15:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: House of Naomi

Manekin-manekin berjalan. Beranjak dari etalase lalu menyusuri trotoar. Memamerkan paha mulus berkilauan. Disentuh cahaya matahari yang belingsatan. Kepanasan.

Tubuh dan wajah dingin sempurna itu singgah menyibak laluan kendaraan. Matanya yang secantik bulan mati. Melemparkan pandang ke semua orang dengan tatapan yang mengandung banyak misteri. Termasuk juga sejumlah teka-teki yang mengiringi langkah kakinya yang segemulai tuan puteri.

Kenapa patung-patung plastik itu berjalan melenggang dengan tenang di jalanan yang rusuh oleh debu dan kegaduhan? Sejak kapan ruh ditiupkan pada pahatan plastik bisu sehingga sanggup menghadirkan ketercengangan? Apakah pentas kehidupan sudah ganti para pemeran?

Manekin-manekin itu meluruhkan jawaban. Bersamaan dengan hujan botol kemasan dan plastik-plastik pembungkus makanan, juga keinginan-keinginan yang dibungkus dalam kotak mainan;

Ini adalah negeri plastik. Mudah meleleh hanya karena panas setitik. Gampang terbakar meski jauh dari api yang berkobar. Tak perlu heran kalau pikiran pun tak bisa terurai meski tahun demi tahun berjumpalitan.

Para manekin itu terus berjalan. Menerobos hutan tanpa tergores akibat belukarnya. Mengaduk lautan tanpa kebasahan akibat cipratan airnya. Menabrak pagar pembatas tanpa teguran akibat digdayanya. 

Selanjutnya menghuni menara-menara kaca dengan kulit terus memucat akibat ketidaktahuannya terhadap matahari yang makin lama makin tak bercahaya.

Jakarta, 23 Agustus 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline