Sebelum berdansa denganmu. Aku hendak berdansa dengan hujan. Aku akan berlatih bagaimana menyentuh kedinginan. Juga menghindar dari sergapan titik air serupa rintik kenangan yang bersisi tajam.
Menunduk, meliuk, dan memeluk hujan secara bergantian. Tak ubahnya sebuah tarian yang lengkap dalam menolak bala, menyingkirkan duka dan mendekatkan cinta. Seperti ketika kau membidikkan prasangka, melemparkan tuduhan dan menggenggam hati sekencang lolongan serigala.
Aku mau hujan ini menyiramiku dengan decak tari Kecak dan bukan Salsa. Aku lebih suka hujan mengajariku gemulai Serimpi bukannya Kabuki. Aku akan mengikutinya dalam ritme Jaipong dan bukan irama Flamenco.
Tanah basah adalah lantai tempat berdansa. Aku ingin berkecipak bersama hujan laksana angsa. Musik pengiringnya adalah suara tambur saat hujan menghantam aspal jalanan, melodi cantik ketika menjatuhi bubungan, dan gamelan lirih waktu gerimis nyaris bermatian.
Berdansa bersama hujan. Apalagi dalam kegelapan. Benar-benar kesempurnaan dari sebuah suasana yang sanggup menghilangkan kesunyian yang membawa serta kegamangan.
Bogor, 12 Agustus 2018