Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi │Tumbuh Begitu Banyak Matahari

Diperbarui: 7 Agustus 2018   12:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Tribunnews.com

Di pintu itu kau berdiri. Berhenti. Melihat halaman rumah yang tiba-tiba ditumbuhi begitu banyak matahari. Kau mengusap-usap kesadaran. Benarkah ini bukan mimpi yang tersesat jalan?

Dibidani oleh pagi. Dari setiap matahari berlahiranlah anak-anak cahaya. Tergolek bertangisan. Di tanah kering kerontang. Sudah lama halaman itu memang tak kau siram.

Kau tak sengaja lupa atau sengaja melupakan. Air yang ada seringkali kau peruntukkan bagi airmata. Tak cukup lagi untuk yang lain. Semua beralih rupa menjadi kepedihan. 

Anak-anak cahaya itu berlompatan. Mengisi setiap ruang yang sebelumnya ditumbuhi bunga sepatu, kenanga dan angsoka. Menggantikan mereka dengan sukarela.  Kelak, anak-anak cahaya itu juga akan berbunga. Berakar, tumbuh dan mekar. Memerahkan kembali harapanmu yang sempat memudar.

Kau tersungkur dalam syukur. Ternyata harapan itu tak sepenuhnya luntur.  Pagi ini halamanmu dianugerahi banyak matahari. Kau hanya tinggal menanti. Pagi selanjutnya hujan juga akan tumbuh di sana. Dari rahimnya terlahir aliran mata air.  Menggantikan airmata yang kau putuskan berhenti mengalir.

Bogor, 7 Agustus 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline