Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Saat Mata Malaikat Melihat

Diperbarui: 29 Juli 2018   20:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Segulungan bau tak sedap menyergap.  Menguar dari gerbong kereta tua yang nyaris pikun. Ini selokan atau stasiun?

Seorang tua meringkukkan dirinya pada sudut gelap. Di salah satu gerbong yang koyak oleh kelupasan kerak dari cat yang terserak. Tubuh ringkihnya dijepit udara yang lupa menjadi angin. Dan beberapa suara lenguhan dingin.

Sepasang mata bercahaya mendekati. Memilah usia dan menerka dengan hati-hati.  Terlalu banyak ditemuinya orang-orang yang terpinggirkan seperti ini. Di pojokan terminal, pelabuhan, jalan layang, dan ujung rel kereta api.

Jika tak ada lagi yang peduli. Maka sepasang matanya yang bercahaya akan menggelapkan mata orang-orang ini. Ke dalam mati.

Jika masih ada yang peduli. Maka sepasang matanya yang bercahaya akan membagikan pelangi. Ditujukan kepada orang-orang yang tersentuh hatinya. Memperkenalkan kepada mereka seperti apa aroma surga.

Jakarta, 29 Juli 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline