Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Sungai-sungai yang Berhenti Mengalir

Diperbarui: 24 Juli 2018   21:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ini kisah tentang sungai-sungai yang berhenti mengalir.  Mata airnya tersumbat air liur.  Menetes-netes dari mulut yang kekenyangan setelah mengunyah kesegaran hutan.  Perutnya membuncit serupa kepundan matang.  Tak lama lagi akan meledakkan kekeringan. 

Lantas sungai-sungai pun berhenti menjadi sungai.  Memilih menanami diri dengan batu-batu.  Pilihan yang tidak keliru.  Bukankah lebih baik memahat tubuh menjadi arca.  Daripada dilupakan lalu mati merana.

Laut adalah perhentian bukan persinggahan.  Tak mungkin bisa mengembalikan air ke hulu.  Lagipula airnya sekarang terlalu berlendir.  Entah bagaimana cara agar bisa kembali cair.  Sulit sekali mendaki langit.  Mencapai awan yang tinggal sedikit.

Hujan menjadi barang mewah.  Kalaupun turun, berbondong-bondong orang berebut untuk menadah.  Tak ada sisa merembes ke pori-pori tanah.  Bumi tak lebih dari lubang besar tempat peradaban menyampah.

Kisah ini tentang sungai-sungai yang tak lagi berair.  Mata air satu-satunya kini tinggal airmata.  Menderas bersamaan dengan kerongkongan yang mengeriput kehausan.  Oh Tuhan, jika tak lama lagi bumi hanya menjadi kenangan yang buram.  Tolong jangan sebut bahwa ini hukuman.  Karena semua ini tak pelak akibat lupa ingatan.

Jakarta, 24 Juli 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline