Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Pendulum Kematian

Diperbarui: 23 Juli 2018   16:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Apabila waktu telah memutuskan; tibalah masanya kau kembali pulang. Mengembalikan ruh yang dititipkan sekian lama berselang. Termasuk juga menderma tulang belulang. Bagi tanah asal dulu diciptakan. Maka tak bisa kita menolak. Tak mungkin kita mengelak. Walaupun hanya selisih sebiji jarak.

Jika pendulum jam berhenti di satu angka. Menandakan kedatangan senja. Untuk selamanya. Maka kita sepakat terhadap kejadiannya. Merekam keindahan terakhirnya sambil memejam mata. Tak ada ruang negosiasi. Tak pula disertai permisi. Meski ada satu dua hal yang masih perlu dibenahi. Serta satu dua orang yang mesti dipamiti.

Ketika garis dan warna terputus. Di lukisan diri kita yang belum juga pupus. Itu artinya perjalanan menggambar nasib telah selesai. Semuanya usai.

Manakala kalimat telah menemui titik. Tunai sudah nyawa bertabik. Ucapkan selamat jalan bagi kehidupan. Selamat datang wahai kematian.

Jakarta, 23 Juli 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline