Rupanya aku salah membaca. Katanya pagi mengumumkan hendak mementaskan orkestra. Sudah disiapkan barisan biduan yang terdiri dari Tekukur dan Cucakrawa. Diiringi musik yang dimainkan oleh pecahan embun, gesekan daun, dan tetesan hujan yang berayun.
Aku terpaksa kecewa. Kabar itu ternyata sudah kadaluarsa. Konser itu terjadi di masa silam. Ketika menara tinggi dulu adalah sekumpulan Meranti, Puspa dan Angsana. Bukan struktur rumit besi, baja dan kaca.
Seandainya pertunjukan megah itu terjadi sekarang. Aku yakin para penontonnya akan berurai airmata. Luluh kebekuan hatinya dan memulai hari dengan mata sejernih kanta. Lupa pada serapah yang selalu siap di ujung lidah. Ketika riuh dan bising menyampah di telinga.
Andaikata pagi bisa memutar ulang masa lalu. Bukan sekedar rekaman sejarah yang berlalu. Aku percaya bahagia bukan sekedar kiasan dari makna. Tapi benar-benar frasa yang merasuk dalam jiwa.
Jikalau saja. Ada cermin yang bisa meluluskan sebuah pinta. Aku akan meminta pengumuman itu dicetak lagi. Lalu disebarkan di seluruh muka bumi. Agar para penghuni memahami. Apa sesungguhnya keistimewaan dari pagi.
Jakarta,16 Juli 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H