Di meja yang ditata secara sederhana. Piring dan cawan dari tanah liat. Digunakan untuk sekuatnya mengikat. Ceceran masa lalu yang serupa daun melayang-layang. Mengering. Menyerpih. Menjadi serasah. Di tanah yang menerimanya sebagai tamu sekaligus penghuni.
Makanan berupa kenangan dihidangkan. Hambar, pahit dan manis dipilah sesuai nama rempah ingatan. Siapapun boleh mencicipi. Karena ini juga semacam keadilan. Jangan paham hanya kepahitan jika rasa manis telah lama meninggalkan. Jangan pula menganggap semua sari nektar jika ternyata hati pernah sesekali terbakar.
Gunakan sendok atau garpu jika perlu. Karena memegang masa silam dengan tangan akan serasa menggenggam pisau berlumur luka. Luka yang timbul karena apa saja tetaplah luka yang sama. Mengoyak hati dan mencerabut isi kepala.
Setelah selesai mengunyah kenangan mentah-mentah, muntahkan di selokan. Biarkan air yang mengalir membawanya ke muara. Di sana telah menunggu lautan. Tempat segala kenangan mudah terlupakan.
Yogyakarta, 8 Juli 2018