Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Senja yang Jengah

Diperbarui: 23 Juni 2018   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sejengkal lagi.  Senja yang jengah selesai mematut diri.  Merah bibirnya mengundang lebah pulang ke rumah.  Ranum pipinya mengingatkan betapa masih cantiknya bidadari walau sedang marah.  Bayang maskaranya selelah hati orang-orang yang bekerja keras hari ini.  Demi menepati janji bagi mereka yang dicintai.

Senja kali ini bertingkah malu-malu.  Meletakkan setiap kekaguman dalam sebuah buku.  Cukup lah menjadi bahan tulisan.  Terlalu dikagumi membuatnya belingsatan.  Takabur akan membuatnya dihukum cepat ditelan malam.

Hati siapa yang tak akan luruh.  Menyaksikan senja membariskan lusuh.  Lalu menyemangatinya agar tak runtuh.  Ini hari biasa.  Seperti hari-hari lainnya.  Jangan putus asa.  Begitu isyaratnya melalui kedipan mata.

Tatapan siapa yang sanggup berpaling.  Melihat senja lemah terbaring.  Dalam hitungan detik kemudian mati suri.  Di peraduan yang dihampari duri.  Dari noktah kegelapan yang tajam saat datang.  Karena bulan sengaja disembunyikan.  Oleh para pemuja rahasia awan.

Jakarta, 23 Juni 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline