Malam masuk lewat pintu belakang. Keberatan menjinjing cahaya bulan. Langit mengikatnya sekuat tali galangan. Cemas, khawatir dan ketakutan. Sebuah kewajaran bagi kekasih yang takut kehilangan.
Lalu siapakah yang masuk pintu depan? Karena aku mendengar semacam ketukan. Berulangkali. Seirama dengan ketukan nadi.
Jangan-jangan itu masa lalu. Bermunculan seperti ngengat di hadapan lampu. Hendak bertamu. Membawakan sekeranjang kenangan. Sebagai tanda mata dari hujan. Saat dulu kita menghimpunnya dalam sebuah cawan.
Kenapa jendela itu juga ikut terbuka? Sedangkan tadi sempat dilapisi kaca. Mungkin angin sedang bercanda. Atau malah memberi tanda tolong lihatlah ke halaman muka. Sebentar lagi purnama. Jangan lagi kau kehilangan jejak kenangannya.
Semua jalan masuk kenangan memang tak pernah dikunci. Laksana api. Kapan saja bisa menyala lagi.
Medan, 20 Juni 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H