Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Prosesi Pemakaman Hujan

Diperbarui: 15 Juni 2018   21:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Upacara didirikan.  Penghormatan terhadap pemakaman hujan.  Bermatian jatuh ke tanah.  Di lubang-lubang yang digali dengan sengaja.  Oleh para binatang melata yang mempersembahkan hidupnya utuh untuk kesuburan.

Tembakan salvo diberikan.  Berulang-ulang.  Oleh petir menyambar-nyambar.  Pucuk nyiur dan tiang menara.  Kelaziman yang ditunjukkan bagi mangkatnya pahlawan.

Bela sungkawa.  Datang dari mana-mana.  Dari sepasang sepatu berlumpur yang kembali jelita.  Dari bus kota tua yang seolah kembali muda.  Dari dinding-dinding kaca yang meneteskan airmata.

Karangan bunga.  Dikirimkan oleh taman-taman yang kekeringan.  Segala jenis bunga dimekarkan.  Mengantar kepergian yang bukan sebuah kehilangan.

Doa-doa mengangkasa.  Menemui pintu langit yang terbuka menganga.  Masuk ke dalamnya berupa ucapan berduka cita yang gembira;

Hidupmu adalah gelapku.  Matimu adalah terangku.  Kau hidup untuk mati.  Terkubur dalam bumi.  Memenuhi kebutuhan hidup kami.

Prosesi pemakaman hujan.  Diikuti nyaris seluruh alam.  Tak terkecuali sungai, danau dan lautan.  Dari rahim merekalah hujan dilahirkan.  Dari kasih merekalah hujan ditimbang dan ditimang.  Merekalah sebenarnya orangtua yang paham tentang arti sebuah keikhlasan.

Bogor, 15 Juni 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline