Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Pagi yang Lelah Namun Tabah

Diperbarui: 30 Mei 2018   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. (pixabay)

Secepat itu embun terjatuh. Berserakan bersama dedaunan yang luruh. Membasahi tanah yang lelah. Setelah berhari-hari dibakar matahari. Tanpa gerimis menghadiri.

Pagi yang tabah. Setabah penyu hijau yang menghabiskan seperempat hidupnya. Mengarungi samudera menuju tanah nenek moyangnya. Di pesisir dulu mereka dilahirkan.  Di bawah timbunan pasir tempat cangkangnya disembunyikan.

Angin diam tak bergerak. Terpaku membisu. Juga lelah. Setelah beberapa waktu dicecar bertubi-tubi permintaan. Agar setiap saat siap mendinginkan. Hati yang mudah terbakar di bumi yang makin panas.

Keheningan yang begitu dalam memaksaku diam. Di setiap pagi yang aku temui. Selalu saja ada rahasia yang tersembunyi. Tak tertangkap mata. Namun jelas terasa di hati.

Pagi adalah makanan pembuka yang menggiurkan. Disajikan panas-panas. Di meja perjamuan matahari yang meranggas. Menikmatinya dengan cara sederhana. Biarkan hati sehangat cahaya.

Bogor, 30 Mei 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline