Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Tiket Sekali Jalan

Diperbarui: 7 Mei 2018   11:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam terlarut dalam secangkir kopi.  Merenangi hitamnya sepenuh hati.  Menyesap rasa manisnya dengan hati-hati.  Ini kafein terakhir sebelum berkubang dalam mimpi.

Sementara sinar lampu saling berkejaran dengan udara tipis.  Mendung terisak-isak mengeluarkan tangis.  Menyirami aspal retak.  Memandikan anak-anak debu yang pasrah tergeletak. 

Dunia mengunci mulutnya rapat-rapat.  Membiarkan angin berdesir dalam kondisi mampat.  Langit tersedak.  Menahan nafas yang terasa begitu sesak.

Hidup berjalan begitu tiba-tiba.  Mendadak saja hadir di depan mata.  Rasanya baru kemarin merangkak di bawah meja.  Sekarang berdiri kuyu di hadapan senja.

Begitulah malam dan hidup saling berdampingan.  Berpegangan tangan.  Berselisih paham.  Menyudahi perjalanan.  Dengan tiket sekali jalan.

Jakarta, 7 Mei 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline