Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Ini Bukan Kereta Terakhir

Diperbarui: 26 April 2018   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. (pixabay.com)

Kau tersenyum dari balik jendela kaca. Menyuarakan keinginan yang terpendam. Bawa aku ke tempat yang belum pernah aku datangi. Aku mau melihat danau misterius penjaga gunung, kastil dan menara tinggi simbol cinta, pantai berlumut yang pasir-pasirnya dirubuhkan gelombang.

Ini bukan stasiun perhentian terakhir. Masih banyak lagi yang harus disinggahi. Termasuk mesti melewati aura gua sunyaragi. Di mana dulu aku sempat menuliskan kisah tentang para pertapa yang tak tergoda oleh ketelanjangan para iblis yang menyaru sebagai bidadari.

Pucuk-pucuk pohon berlarian. Bertabrakan dengan angin dari arah berlawanan. Menjeritkan terompet kereta berulang-ulang. Aku pulang, aku pulang. Itulah yang terlihat dari kilatan matamu begitu kau melihat ujung langit memerah terang.

Aku katakan kepadamu; ini bukan kereta terakhir yang kau tumpangi. Masih ada banyak lagi rangkaian perjalanan. Melintasi ngarai. Menyeberangi samudera. Menyusuri petak-petak salju. Sampai nanti kau  lunasi semua janjimu. Kepada hati dan mimpimu.

Sampit, 25 April 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline