Adalah ketika meludah pada panggangan api. Berharap itu minyak tanah sehingga nyala apinya makin berkobar. Lalu semua makanan segera matang. Dikunyah kepalsuan.
Ini baru namanya fiksi. Mengecat malam dengan warna ungu. Apakah dipikir bahwa malam itu adalah tipuan passiflora. Sehingga mata mudah saja terpedaya.
Fiksi itu susah dicerna. Seperti makanan alot yang masuk perut tanpa lewat mulut. Perumpamaannya cukup mengerikan. Karena fiksi memang dimaksudkan untuk menakuti kebiasaan.
Orang-orang yang bicara fiksi adalah orang-orang yang menelan bulan ketika tidur. Kekenyangan lalu memuntahkannya begitu terjaga. Dalam ribuan kata aneh tanpa tata bahasa.
Orang-orang yang menulis fiksi adalah orang-orang yang matanya dicungkil hujan. Berhamburan bersama titik-titiknya yang berpecahan. Bergulat dengan lumpur. Sehingga kalimat-kalimatnya seakan muncul dari dalam sumur.
Orang-orang yang dihantui fiksi adalah orang-orang yang membunuh dirinya sendiri dengan cara mencekik pagi, mengabaikannya ketika sekarat, membuang indahnya di selokan, lalu tiba-tiba saja tengah malam memicing datang. Tanpa sempat lagi menikmati segarnya embun satu cawan.
Sampit, 14 April 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H