Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Langit yang Biru adalah Langit yang Bisu

Diperbarui: 28 Maret 2018   16:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi. (pixabay)

Pesawat yang aku tumpangi berpapasan dengan segulungan awan sedang menari. Tarian ritual bagaimana cara menjatuhkan hujan. Tubuh-tubuh itu terlalu berat. Menyangga air dalam rahim yang menghitam.

Aku yakini. Elang tak akan sampai setinggi ini. Tapi aku merasa seperti elang. Menggaris langit dengan kisah perjalanan yang epik. Juga sedikit jalang.

Menjelajahi ruang-ruang waktu yang menyediakan tubuhnya untuk dipuja dan disumpahi. Langit biru adalah langit yang bisu. Bergelora hanya bila disentuh huru hara petir dan badai matahari.

Langit yang biru seperti air yang dalam. Menyediakan sekian banyak ketenangan. Menyimpannya dalam kesepakatan yang diam. 

Pesawat sedikit berguncang. Angin datang tergesa-gesa. Mungkin ada yang dikejarnya. Benar saja. Angin itu menyebarkan hujan supaya lebih merata. Membasahi keringnya bumi dan retaknya hati.

Ketika pesawat menurunkan ketinggian. Separuh rindu tertinggal di sana. Tempat aku bebas melamunkan angan agar bisa melayang. Menemui kisah-kisah bertebaran dari cinta yang hilang.

Separuhnya lagi aku simpan. Jika nanti ada saatnya aku benar-benar menjadi elang.

Sampit, 28 Maret 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline