Saat guruh luruh dari langit yang sedang lebam. Lalu tanah hangus di beberapa tempat. Pohon nyiur layu terbakar. Telinga pekak dirajam suara. Lelaki itu tetap melangkahi setiap sebab kenapa alam begitu murka.
Sebab pohon-pohonnya dipangkasi bertubi-tubi. Katanya untuk kursi dan lemari. Tapi ternyata banyak yang terbakar api.
Sebab mata airnya dikuras dengan bebas. Dalam botol-botol kemasan yang masuk bursa. Menyusut hingga ke perut bumi. Sumur-sumur petani lalu mati.
Sebab langit dilubangi dengan gumpalan asap tebal. Lubang berbahaya tempat cahaya mematikan masuk dan menusuk kepala. Dari knalpot, cerobong dan gambut yang berdahak bisa.
Sebab tanah digali sejadi-jadinya. Mengejar intan, permata dan batubara. Katanya untuk bahan bakar dan perhiasan para wanita. Tanahnya menjadi rapuh. Mudah runtuh ketika cuaca sedang berpeluh.
Sebab-sebab itu melahirkan akibat. Berantakan, kericuhan dan kekacauan. Detik demi detik lalu berlepasan. Melesat secepat anak panah zaman yang tak lama lagi bertumbangan. Peradaban tak pelak akan bermatian.
Sampit, 28 Maret 2018