Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Gelombang itu Memaksanya Bunuh Diri

Diperbarui: 12 Maret 2018   16:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: www.timeout.es

Lelaki itu membuang tatap matanya jauh-jauh. Dia sedang berdiri di sebuah tebing pinggir laut selatan. Suara debur ombak memukul-mukul batu karang begitu keras. Laut selatan sedang pasang menuju badai.

Lelaki itu sama sekali tak terganggu dengan suasana yang begitu bergemuruh. Telinganya tertutup rapat-rapat untuk urusan badai ini. Ingatannya yang bergulung-gulung memenuhi kepala menutup semua itu. Sangat rapat.

Dia teringat betapa dia adalah lelaki yang beruntung. Berdarah keraton. Dilahirkan dari keluarga berada. Mengecap pendidikan tinggi di luar negeri. Mengambil alih perusahaan keluarga setelah ayahnya menua. Lalu menikahi seorang perempuan cantik selebriti. Punya anak perempuan lucu secantik putri salju.

Lelaki itu mengusap peluh yang mengaliri dahinya. Apakah memang itu semua adalah keberuntungan? Dulu dia yakin sekali. Sekarang? Rasanya itu hanya bagian mimpi yang tidak jadi.

Sementara adik kandungnya memilih jalan yang berbeda.  Masuk ke pesantren.  Belajar ilmu-ilmu agama dan ilmu ekonomi sederhana.  Bekerja sebagai pedagang kelontong biasa.  Menikah dengan gadis desa.  Punya anak dua yang semuanya masuk di pesantren yang sama dengan bapaknya.  Namun sangat terlihat kehidupan adiknya begitu berbahagia.

-----

Ayahnya terlibat perseteruan dengan keluarga raja yang baru naik tahta. Semua asetnya dibekukan. Tak ada ampun. Ibunya yang seorang sosialita tingkat tinggi mengalami depresi.  Gaya hidup wahnya terpelanting keras begitu semua kekayaannya runtuh. Itu penyebabnya.

Lelaki itu harus rela kehilangan jabatannya. Terpaksa membawa ijazah luar negerinya kesana kemari untuk melamar kerja. Hampir tidak ada perusahaan yang mau menerimanya karena dia terbiasa memerintah dan tidak biasa diperintah. Sementara posisi yang tersedia adalah yang harus mau diperintah.

Karirnya mulai menaiki tangga. Posisinya semakin bagus. Jabatannya semakin penting. Hanya saja karena tuntutan memenuhi kebutuhan istrinya yang selebriti selangit, memaksanya untuk melakukan tindakan tercela.  Uang perusahaan ditilapnya.  Alhasil dia harus berurusan dengan pengadilan dan penjara.

Selama di penjara. Istrinya yang cantik jelita meninggalkannya. Hanya menuliskan sebuah surat yang berisi bahwa dia tidak kuat lagi kalau harus menunggu suaminya keluar dari penjara.  Pergilah perempuan selebriti itu dari hidupnya dengan membawa serta buah hatinya.

Pukulan dari gelombang demi gelombang cobaan merajam hati lelaki itu.  Ayahnya meninggal dunia karena sakit akibat kelelahan setelah perseteruan tak habis-habis dengan pihak raja.  Ibunya harus dibawa ke rumah sakit jiwa karena tidak sanggup lagi memikul beban di jiwa. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline