Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Fragmen Calon Arang, Perempuan Tua dan Seorang Lelaki Pengelana

Diperbarui: 9 Maret 2018   23:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketukan nada di panggung terdengar begitu mengancam.  Fragmen mempersembahkan seorang perempuan tua bermata kelam bernama Calon Arang memegangi pisau belati.  Tatapannya mengarah pada seseorang di tengah panggung yang sedang mencibir dengan bibirnya yang njedir.  Seorang lelaki bernama Mpu Bahula yang menyebut lakonnya di panggung sebagai pengelana.

Kau adalah lelaki haram jadah! Pengelana jahanam yang hidupnya seperti kumbang jalang!

Setelah teriakan perempuan itu, musik berhenti.  Memperlihatkan betapa lelaki itu memalingkan mukanya yang seolah tak berdosa kepada penonton.  Menjeritkan pembelaan;

Aku tidak jalang!  Aku hanyalah pengendara takdir.  Kaulah yang terlalu nyinyir!

Musik berbunyi pelan mengikuti lampu yang berputar-putar menggambar kilas balik seorang gadis muda yang menggendong seorang bayi mungil.  Terseok-seok di pinggir jalan setapak yang ramai oleh derap kuda dan kereta.  Kilatan lampu memperlihatkan sebuah angka di layar.  Abad ke-12.

Tiba-tiba musik kembali menggelepar-gelepar.  Kilas balik itu menunjukkan si lelaki bersanding dengan gadis muda itu.  Membimbing tangannya mengajak berlari.  Sementara tangan satunya memegang kitab tebal yang lusuh.  Musik dan lampu sama-sama menderu. 

Kilas balik dihentikan dengan kembali kepada perempuan tua yang sekarang matanya memerah saga.  Lelaki di seberangnya nampak mengerut seperti jeruk tua.

Aku akan mengulitimu wahai pengkhianat mantu!  Lihat bagaimana belati ini akan bersarang di jantungmu!

Musik mengeras dan berbisa.  Asap tipis ditiupkan ke panggung.  Perempuan tua itu melemparkan belati di tangannya.  Mengarah persis ke dada lelaki pengelana.  Sebelum merobek jantung lelaki itu, belati disambar oleh seorang lelaki tua yang berkata bijaksana;

Ini bukan saatnya lagi untuk jumawa wahai penguasa tenung.  Kembalilah ke dunia gelapmu di bawah sana.

Lelaki tua itu meremas belati itu hingga hancur.  Melemparkan serpihannya kepada perempuan tua yang melotot sengit seperti patung Durga.  Mengenai mukanya.  Jeritan perempuan tua bermata saga itu melengking tinggi.  Dibarengi suara musik yang bernada mengantarkan arwah baru.  Cahaya lampu terus melemah.  Seiring dengan lenyapnya tubuh perempuan tua itu dibalik asap yang terus menebal.

Layar panggung menutup.  Cahaya terang berpendaran.  Para penonton bertepuk tangan.  Sekali lagi kebaikan mengalahkan kebatilan.

Jakarta, 9 Maret 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline