Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Cerita tentang Kabut

Diperbarui: 27 Januari 2018   08:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kabut di hadapan turun perlahan menutupi permukaan.  Mendekap bumi dengan hati-hati.  Menyusui kering tanah dengan basah yang hangat.  Persis layaknya sikap seorang ibu mendekap si bayi yang sedang tertidur lelap.

Cahaya belum mampu menembus kepekatan.  Matahari masih memberi kesempatan.  Ini adalah keindahan yang langka.  Sebuah kasih dari  bayangan maya tanpa cela.  Memberi namun tak meminta.  Mengasihi tapi sama sekali tak hendak mencerca.

Sebentar lagi kabut itu akan menghilang tanpa rencana.  Mengikuti saja ketika panas membawanya ke udara.  Bergabung bersama putih atau hitam di atas sana.  Menggumpalkan kemauan untuk pulang.  Kembali ke pelukan pagi yang merasa kehilangan.

Sampit, 26 Januari 2018




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline