Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Wangi Pagi dari Kemangi

Diperbarui: 20 Januari 2018   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.pixabay.com

Pagi seolah menggelinding pergi.  Mendung menggantung rendah tubuhnya di para-para langit.  Nyaris terjatuh.  Keberatan oleh air yang berkelindan peluh.

Pukul tujuh.  Tapi rasanya hampir petang.  Angin bertiup ragu-ragu.  Menunggu cahaya menuntunnya pada terang.

Aku termangu.  Menghitung jejak-jejak embun yang mengerumuni daun kemangi.  Menguarkan wangi kemana-mana.  Kepada orang-orang yang terbangun kesiangan.  Agar segera terjaga untuk menyadari pagi itu sangat berarti.

Terdengar lirih suara gerimis tiba dengan merintih.  Memukul pelan pelataran hingga tanah menjadi remah-remah.  Jika ada yang memahami dengan benar.  Itu sebenarnya nada-nada lagu tentang cinta yang berdenyar.

Aku terpana.  Seringkali ini terlewat oleh mata.  Membuta karena mengejar dunia.  Menuli karena melupakan peduli.

Betapa pagi selalu menyediakan saat-saat yang istimewa di hati.

Jakarta, 20 Januari 2018

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline