Pagi seolah menggelinding pergi. Mendung menggantung rendah tubuhnya di para-para langit. Nyaris terjatuh. Keberatan oleh air yang berkelindan peluh.
Pukul tujuh. Tapi rasanya hampir petang. Angin bertiup ragu-ragu. Menunggu cahaya menuntunnya pada terang.
Aku termangu. Menghitung jejak-jejak embun yang mengerumuni daun kemangi. Menguarkan wangi kemana-mana. Kepada orang-orang yang terbangun kesiangan. Agar segera terjaga untuk menyadari pagi itu sangat berarti.
Terdengar lirih suara gerimis tiba dengan merintih. Memukul pelan pelataran hingga tanah menjadi remah-remah. Jika ada yang memahami dengan benar. Itu sebenarnya nada-nada lagu tentang cinta yang berdenyar.
Aku terpana. Seringkali ini terlewat oleh mata. Membuta karena mengejar dunia. Menuli karena melupakan peduli.
Betapa pagi selalu menyediakan saat-saat yang istimewa di hati.
Jakarta, 20 Januari 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI