Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Empat Musim

Diperbarui: 6 Januari 2018   08:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Menatap tepat ke arahku. Musim panasnya menyeberangi jalan, menggugah pagi agar para pemimpi segera terbangun untuk membenahi hati.  Setelah sunyi saling berpagut bisa mematikan dengan keriuhan yang berdatangan membawa ramalan tentang rasi.

Musim dingin sedang disimpan. Dipersiapkan bagi orang-orang yang sering retak jiwanya ketika hunjaman terik memaksa mereka untuk berdusta. Kepada gurun bahwa mereka tak lagi berairmata.  Kepada laut bahwa mereka tak mau lagi membadaikan cerita.

Musim gugur masih lama. Namun helaian kisah yang dituliskan sudah mulai menjatuhkan daun-daunan.    Bagi datangnya para bunga yang rindu untuk bermekaran. Setelah sekian lama bersembunyi di lorong-lorong sempit dengan ujung tak berkesudahan.

Musim semi adalah yang dinanti. Terutama ketika warna-warna merebakkan irisan pelangi. Menebar harum sekuat istana para putri yang dulu terkekang oleh zaman dan kini terjeruji pemberontakan. Berjuang untuk cintanya yang tak hendak lagi tercerai-berai berantakan.

Jakarta, 2 Januari 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline