Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Puisi | Berdiri di Hadapan Pahit

Diperbarui: 19 Desember 2017   11:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku di bibir samudera  
Meramu angin dengan pasir
Di ceruk pesisir yang semakin tersingkir
Terdesak oleh lumpur dan sisa terumbu yang terdampar  
Air laut memekat  
Minyak dan sampah saling melekat  
Ujung buih tak lagi putih
Ombak bergulung tertatih-tatih 

Aku di pinggiran hutan
Membuka cadar semak dan rotan
Tertinggal hanya padang belukar
Para raksasa telah bertumbangan
Gajah, Harimau dan Orang Utan
Berserabutan melarikan diri
Jauh ke dalam belantara yang tinggal sebesar panggangan roti
Menunggu hangus dalam hitungan hari

Aku di bekas persawahan
Berjumpa burung-burung pipit yang terlantar
Meja perjamuannya sekarang berubah menjadi beton, baja dan rasa lapar
Keahliannya berburu, merampok dan melanun habis terbakar
Bulir padi menjelma remah-remah besi
Para petani merubah diri jadi kuli
Pagi yang biasa berkicau
Kini hiruk pikuk menuju kacau

Berdiri di hadapan pahit
Nyatanya bumi semakin sakit
Terbaring, tersayat dan berlubang
Menunggu zaman memanggilnya pulang

Jakarta, 18 Desember 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline