Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Bumi Adalah Ibu dari Segala Ibu yang Penyayang

Diperbarui: 12 Oktober 2017   22:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selamat malam cinta.  Malam bagiku adalah awal dari cerita.  Tidak ada cahaya bukan berarti hatiku tak terang.  Aku bisa saja meminjam sinar matamu sebagai lampu.  Menyoroti kertas yang aku tulis menggunakan tinta cumi-cumi.  Hitamnya itu abadi.

Saat aku duduk memandangi daun bambu yang mengering.  Di situlah aku mulai dihinggapi hening.  Daunnya merana bukan karena cinta.  Tapi karena akarnya terantuk batu-batu.  Maklum saja ini Jakarta.  Tak banyak tanah yang tersisa untuk akar menemui rongga.

Begitu pula air yang mudah saja tertipu.  Beton yang menghitam dikiranya lautan.  Jadilah pecahan hujan menjadi begitu lintang pukang berhamburan.  Ke segala arah tak bisa menemukan lorong menuju bumi.  Tumpahan lalu menjadi genangan.  Genangan kemudian menjadi kubangan.  Kubangan setelahnya menjadi lautan.  Menelan rumah, manusia dan timbullah kericuhan.

Tapi jangan khawatir sayang.  Bumi adalah ibu dari segala ibu yang penyayang.  Tak akan lekang hanya karena hujan semalaman.  Tak akan punah kecuali hanya jika telunjukNYA meradang, tenggelamkan!

Jakarta, 11 Oktober 2017




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline