Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Kemarau yang Tak Tuntas

Diperbarui: 21 Agustus 2017   20:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jika kau ingin tahu apa yang kumau saat ini.  Aku mau meraih suluran rotan. Memangkas duri durinya dengan sebelah tanganku.  Sebelahnya lagi aku gunakan untuk memintal api.

Duri durinya aku rantai bersama kemarahanku.  Aku panasi dalam jilatan api.  Bukan untuk menghukummu.  Namun sekedar mengingatkan apa arti ngilu.

Aku tahu kamu akan memohon kepada hujan.  Agar tiba tiba datang.  Memadamkan api sekaligus marahku.  Aku juga paham kamu akan bersekutu dengan getah damar.  Agar menumpulkan tajamnya duri dan hati. 

Apa kamu lupa.  Aku adalah sungai, danau dan banjir.  Tak mempan jika hanya getah dan hujan untuk menghalangiku.  Kamu harus menjadi bendungan, bukan sekedar pematang.  Kamu harus terbuat dari sengat marabunta, bukan sekedar tanah kering merana.

Tunjukkan beberapa pintas jangan sekilas.  Apa arti maaf bagi kemarau yang tak tuntas.  Setelah hujan badai menenggelamkan semua tunas.

Jakarta, 21 Agustus 2017




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline