Siang menuduhku berlaku curang. Aku dianggapnya terlalu menganakemaskan senja dan malam. Kau tidak adil, begitu katanya. Untuk mereka, kau persembahkan lelap, cantik dan indah. Untukku, kering, panas dan serapah.
Aku tersentak. Begitukah cara memperlakukan waktu yang seharusnya. Atau aku memang semena-mena. Kering, panas dan serapah memang bukan sebusuk busuknya sampah. Aku hanya merasa lelah. Tenaga chi di tubuhku tertumpah tumpah. Lelap, cantik dan indah sangat berbeda. Sanggup mengupas banyaknya tempelan duka. Karena hati dan jiwa terbuka dengan lega. Akibat mata menerbitkan cahaya tak berjelaga.
Aku teringat satu hal. Waktu tidak pernah menuntut banyak hal. Ikuti saja waktumu. Secepat hela nafasmu memburu.
Jadi sebenarnya siang tadi mau apa?
Bogor, 19 Agustus 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H