Aku sedang menulis saat aku tertidur. Dalam tidur aku bermimpi. Sebuah mimpi tentang aku sedang menulis.
Ini bukan mimpi. Ini bukan khayalan tinggi. Rangkaian urat syaraf dalam otakku sepertinya sedang dipanggang imajinasi. Begitu mataku terpejam, denyar listrik langsung mengalir cepat ke bagian kepalaku. Menyalakan sinyal kuat apa yang sedang dominan dalam pikiran. Mengolahnya begitu cepat sehingga terciptalah gambar dan lukisan. Bahkan huruf huruf. Kata kata. Kalimat demi kalimat. Jika bisa mengandaikannya, maka peristiwa ini seperti yang selalu ada dalam film pembuka.
Thriller thriller mengudara dalam mimpi. Membungkus segala kengerian menjadi satu wajah menakutkan. Misterius. Mandi keringat saat terbangun bukan lagi pilihan. Tubuh menggigil dan tangan menggapai gapai. Menatap dinding putih seolah sebuah lukisan setan. Sebuah pertanda seram. Misteri misteri tak terpecahkan bermunculan. Menulisi wajah tengah malam dengan ketakutan.
Kilasan kilasan mengaduk kenangan puluhan tahun. Terjerat dalam sarang marabunta yang siap menusukkan sengat memori paling menyiksa. Menyuntikkan bisa menjadi pudarnya harapan. Mendarahi semangat seperti gladiator siap kapan saja terpenggal. Kilasan itu bersicepat dengan waktu. Bisa membunuh waktu tapi bisa juga menghakimi waktu.
Fragmen fragmen kehidupan. Nyata maupun khayal. Melaut dalam pikiran. Melemparkan pengetahuan dengan sengaja. Meretakkan cermin bagi pengalaman. Ambil jangan lupakan! Dari sinilah bagaimana keburukan bermula. Dari sini jugalah kebaikan dan kebajikan mulai meraja.
Semua skenario mimpi sudah bisa ditebak. Kehadiran mimpi buruk bukan petaka. Mimpi indah juga bukan bahagia. Jangan terpengaruh terhadap mimpi. Itu bangunan yang kau rangkai sendiri. Bisa kau ciptakan, bisa kau matikan.
Batam, 30 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H