Rudi membelokkan mobilnya masuk rest area kesembilan. Kemacetan luar biasa membuatnya lelah bukan main. Bayangkan! Jakarta-Bandung membutuhkan waktu hingga 12 jam. Itu kata kawannya yang sudah lebih dahulu berangkat tadi. Lewat telpon waktu Rudi bertanya dengan putus asa. Saat dia baru sampai setengah dari total perjalanan.
Rudi sudah menempuh 7 jam perjalanan. Tubuhnya seperti dimasuki ribuan jarum tak nampak. Menusuk nusuk dengan kejam melalui seluruh lubang pori pori. Istirnya, Serly, sebenarnya memaksa untuk melanjutkan perjalanan. Wanita cantik dan seksi yang dinikahinya setahun lalu itu paling tidak suka berhenti di rest area. Menakutkan katanya.
Tapi Rudi benar benar tidak tahan lagi. Dia harus istirahat barang sebentar. Paling tidak meluruskan otot otot pinggang dan kaki. Biarlah dia menanggung marah Serly.
Memang Serly marah. Cemberut. Bibirnya yang penuh, merah menyala, mengerucut seperti piramida. Gerak tubuhnya menunjukkan ketidaksenangan yang berlebihan. Bahkan wanita itu membalikkan tubuhnya pura pura tidur. Sementara Rudi hanya bisa menggeleng geleng kepala sambil masih tetap di belakang setir.
Istrinya memang begitu. Perajuk, manja, egois dan mau menang sendiri. Rudi baru sadar setelah mereka menikah. Dia memang buru buru menikah karena takut Sherly berubah pikiran dan pergi dengan laki laki lain. Sherly adalah primadona di kantor tempat mereka bekerja bersama. Banyak sekali laki laki yang menyukainya. Apalagi Sherly juga termasuk gampangan.
----
Melihat istrinya meringkuk membelakangi, Rudi mengambil nafas panjang. Apalagi yang bisa diperbuatnya selain menerima kemarahan Sherly. Dia sangat memuja istrinya itu. Merasa sangat beruntung. Bisa menikahi wanita cantik luar biasa incaran para pria.
Sambil mendengarkan musik klasik yang mengalun pelan dari pemutar CD mobinya, Rudi melihat ke sekeliling. Hmmm, rest area ini tidak seramai dugaannya semula. Hanya ada beberapa mobil kecil parkir di dekat toilet dan musholla.
Sebagian lagi adalah truk truk besar yang teronggok di dekat SPBU. Seperti kodok kodok besar pemalas yang enggan berbunyi meski habis hujan. Warung warung yang terbuka juga tidak banyak. Mungkin hanya 5 dari puluhan yang ada.
Barangkali karena ini rest area baru. Atau mungkin memang orang orang tidak secapek dirinya sehingga dengan nekat tetap melanjutkan perjalanan. Tatapan Rudi berhenti di sebuah warung persis di depan mobilnya parkir.
Warung itu sederhana. Tidak besar atau mewah. Tapi terlihat bersih. Lampunya juga cukup terang. Rudi bisa melihat 2 lelaki sedang duduk minum sesuatu. Sementara penjualnya tidak kelihatan berada dimana.