Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Surat untuk Neng (10)

Diperbarui: 15 Mei 2017   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hampir jam sembilan.  Aku masih berdesakan dengan pantat Jakarta neng.  Terlalu sulit menarik tali kekang agar Jakarta sedikit tenang.  Memang benar benar binal lintang pukang.

Mampatnya lalu lintas neng.  Seperti rombongan semut terhalang comberan.  Mobil dan motor saling termangu.  Pulang pergi kerja layaknya menonton film hantu.  Selalu saja berjibaku.

Semestinya aku mendengar musik saja.  Lagu lagu lawas Queen, tapi Fredy Mercury sudah tiada.  Atau hentakan nakal Nirvana, tapi Kurt Cobain juga sudah tiada.  Aku takut orang mati bernyanyi neng.  Itu mengingatkanku pada sebuah novel misteri.  Aku tak usah cerita ya neng, ngeri.

Apa aku saja yang bernyanyi neng.  Mencoba menjadi Pavarotti, aku mengantuk.  Mencoba menjadi Enrique Iglesias, aku tak paham latin.  Menjadi Rhoma Irama, mungkin boleh juga. Pilihan terakhirku, menjadi Kang Darso saja neng.  Maestro lagu lagu sunda yang menyedot hati.

Nah, sambil berkhayal tadi.  Rupanya jalanan mulai sepi. Mungkin besok saja neng, saat kepadatan mulai tersengat api, aku akan mulai menyanyi.

Jakarta, 15 Mei 2017

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline