Rasa kopi sore ini agak pekat. Mungkin karena hatiku sedang bergumul dengan awan hitam Jakarta. Bergulung gulung menguasai puncak puncak gedung yang mencibir angkuh. Pada burung burung lelah yang sesak nafas setiap hari. Mengutuk asap dan kekotoran ribuan kali!
Aku beranjak dari kursiku. Menatap rombongan sepeda angin beriringan. Membawa termos dan rentetan kopi instant. Berikut mie seduh yang terlihat menggairahkan. Aku memandanginya lama. Itu bukan rombongan rakyat jelata sembarangan! Itu rombongan para pejuang!
Aku tersedak. Sekalimat rasa sedang mengadiliku. Aku sedang pedih karena ini itu. Padahal para pejuang bersepeda itu tertawa terbahak bahak meskipun ceritanya sedang tidak lucu. Sementara aku sangat menyenangi yang namanya berpilu pilu. Huh! Aku memang tak tahu malu!
Mungkin sebaiknya aku minum teh pahit saja. Supaya aku paham bahwa pahit itu ternyata menyegarkan!
Jakarta, 15 Mei 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H