Hangatnya hati, bukan karena di depan kita tersedia banyaknya macam roti.
Hangatnya jiwa, Bukan karena kita sedang mengayuh dayung dan bersampan di keindahan toba.
Hangatnya rasa, bukan karena kita duduk di kursi yang sangat empuk berharga juta juta.
Tapi karena, kita makan satu macam roti dan membaginya dengan seorang pengemis di sebelah kita.
Tapi karena, kita melihat kumuhnya rumah-rumah kardus di bawah jembatan layang, dengan anak-anak kecil dekil berlarian tanpa baju, lalu kita meneteskan air mata duka.
Tapi karena, kita menyusuri trotoar, melihat para gelandangan bersimpuh menahan dingin dan lapar, lalu kita masukkan tangan ke kantong kita, ulurkan sedekah tanpa sedikitpun berkata kata.
Di situlah hati kita sebenarnya berada.
Di situlah jiwa kita seharusnya berada.
Di situlah rasa kita semestinya berada.
Jahit kata lupa di bibir kita, agar kita tak pernah terlupa.
Pahat kata peduli di dada kita, agar kita selalu peduli.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H