Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Hari Sudah Larut

Diperbarui: 18 April 2017   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

“Daganganku belum habis.  Aku berjualan es puter.  Tapi ini sedang musim hujan.  Esku sama sekali tak bisa muter.”

“Daganganku masih utuh.  Aku menjual cilok.  Tapi ini sedang musim liburan.  Pelangganku banyak yang piknik. Dari tadi cilokku mendingin.”

Hari sudah larut.  Ketika orang orang kecil berhati besar menghela sedikit nafasnya.  Udara yang berkeliaran di sekitarnya sungguh bersyukur.  Helaan nafas para pejuang hidup itu memurnikan panasnya kota.  Mendinginkan beberapa jenak kerusuhan dalam jiwa.

Sementara senja berlarian dikejar malam.  Membawa sedikitnya lelah yang bermagma mengikuti gerobak mereka.  Menghitung setiap lorong kosong yang dilalui.  Menjadi detik detik penuh perjuangan diri.  Ketika berjumpa sekerlip terang lampu jalanan.  Lelah itu sebentar mereka sandarkan.

Hari sudah larut.  Mereka sampai di penghujung jalan dekat rumah.  Mempersiapkan senyuman paling sabar.  Untuk anak anaknya yang berlarian keluar.

Yang memahat mulut mereka, malah senyum penuh keikhlasan.

Jakarta, 18 April 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline