Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Tertegun Pasrah

Diperbarui: 18 April 2017   05:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berteduh di sini. Di sela sela kekar tubuh meranti. Lebih tepat lagi, sisa sisa tubuh meranti. Terkoyak sejak dari tajuk, hingga daunnya yang meranggas mati.

Bergelimpangan pula jenazah angsana dan puspa. Tergeletak tak berdaya. Terhempas oleh nestapa yang disengaja. Terberangus di usia muda. Mampus tersia sia.

Sungai meluapkan amarah. Saat jejak hujan tak bisa lagi berpegangan pada akar akar tanah. Tumpah ruah menghapus desa dan rumah rumah. Hanyutkan sekawanan manusia tak bersalah. Bumiku berdarah darah.

Hingga tiba terik mencuci permukaan yang berarang hitam. Menciptakan asap tebal bergulung gulung kelam. Api berkobar dari setiap sudut ketiak alam. Membakar habis sisa sisa ranting gelam.

Mengusir paksa segerombolan owa dan sepasang harimau sumatera. Pergi ke tanah tak bertuan yang penuh marabahaya.

Hujan marah. Terik marah. Alam pun hanya terdiam pasrah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline