Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Perhitungan Neraca; Hati dan Jiwa

Diperbarui: 7 April 2017   07:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Adalah jiwa terkepung kesunyian, dan mencoba mempertahankan diri dengan menabuh tetabuhan, yang berasal dari riuhnya gamelan dari segala kegelisahan.  Berkumpul dan bersiap menyerbu tanpa ragu.  Saat kau lengah melafalkan kalimat kalimat pembuka rindu. 

Untuk sementara, percayakan pertahanan jiwamu, pada kekuatan yang dilahirkan oleh keangkuhan.  Memang tak akan bertahan lama. Percayalah,  angkuh itu rapuh. 

Berikutnya, yakinkan hatimu untuk mempersenjatai diri.  Dengan remah remah yang terkumpul dari kelembutan dan kepedulian.  Pada paruh prenjak yang terkunci karena lupa kata merdu.  Pada cicit anak ayam yang baru saja membuat retak cangkang telurnya.  Pada seringai serigala yang putus asa karena kehilangan mangsa, padahal selusin anaknya sedang menganga mengecap udara. 

Jiwa yang terlalu ramai.  Sulit dibedakan dengan hati yang terlalu sunyi.  Keduanya diikat oleh jam pasir yang berdesir.  Bagian satu terisi, bagian lain terkurangi.  Kau pangkas ramaimu, maka tumbuhlah sepimu.  Kau isi penuh jiwamu, maka kosonglah hatimu.

Jakarta, 6 April 2017




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline