Lihat ke Halaman Asli

Mim Yudiarto

TERVERIFIKASI

buruh proletar

Menangguk Cahaya Bulan

Diperbarui: 4 April 2017   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sedang tidak purnama. Langit sungguh sepi dari cahaya. Pekat seperti tangan tangan iblis. Mencari mangsa orang orang yang melarikan sepi. Berjiwa kosong serupa sumur tak berair. Berhati dengki ibarat gelombang pasang di telaga yang tenang.

Dalam hening yang merebahkan keberanian. Inginku menangguk cahaya bulan. Meminjamnya selarik untuk menerangi pandangan. Cahaya itu adalah tangan tangan malaikat. Sanggup menuntun setiap huruf yang aku eja. Bisa menata kata yang aku jeda. Mampu membariskan kalimat yang aku susun sedemikian rupa.

Tapi dimana aku bisa menangguk cahaya bulan? Sedangkan dia sedang bersembunyi di bumi bagian utara. Ataukah aku harus menjajarkan para bintang? Sedangkan malam ini langit lupa membawanya serta.

Barangkali aku putar saja hitungan tanggal. Dan bumi berputar terbalik balik. Tapi aku takut bulan malah tidak mau lagi pulang. Lalu kemana lagi aku harus meredakan terik?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline