Lihat ke Halaman Asli

Millenia Dewi Safitri

Mahasiswi rantau

Bung Tomo, Pengobar Semangat Arek-Arek Suroboyo

Diperbarui: 11 November 2021   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Merdeka atau mati!"
Siapa yang tidak kenal dengan teriakan tersebut? Teriakan yang digelorakan oleh Bung Tomo kepada masyarakat Surabaya agar tidak menyerah saat berperang melawan Belanda.

Sutomo atau biasa dipanggil Bung Tomo lahir pada 03 Oktober 1920 di Surabaya. Saat masih muda ia bersekolah di HBS (Hogere Burger School). Di usia 19 tahun beliau mulai bekerja sebagai jurnalis lepas di beberapa surat kabar dan ketika berumur 25 tahun ia telah menjabat sebagai pemimpin Kantor Berita Domei dan Kantor Berita Antara Surabaya. Ia kemudian terpilih menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru (GRB) dan pengurus Pemuda Republik Indonesia (PRI) pada tahun 1944.
Nama beliau mulai dikenal oleh masyarakat saat perjuangannya di Surabaya melawan Belanda.

Belanda yang saat itu belum mau mengakui kemerdekaan Indonesia sengaja memancing kemarahan rakyat Surabaya dengan memasang bendera merah putih biru di puncak hotel Yamato Surabaya pada tanggal 19 September 1945. Keadaan diperparah dengan tewasnya pemimpin Belanda yakni Jenderal Mallaby yang kemudian membuat Belanda memberi ultimatum kepada pemimpin Indonesia untuk menyerahkan senjata, tapi ditolak. Indonesia memilih berperang daripada harus menyerah kepada Belanda.

Dengan bermodalkan senjata-senjata curian dan senjata tradisional, rakyat Surabaya pada masa itu mati-matian memperjuangkan kemenangan mereka dari pihak Belanda. Dalam kondisi genting seperti saat itu, Bung Tomo terus membakar semangat juang para pejuang dengan memberikan pidatonya di depan rakyat Surabaya yang juga disiarkan melalui stasiun radio RRI (Republik Rakyat Indonesia). Dengan pidato beliau yang disuarakan dengan lantang tersebut akhirnya para pejuang tidak mau menyerah begitu saja. Mereka berusaha mati-matian mempertahankan kekuasaan Indonesia dari cengkraman Belanda walaupun pada saat itu jumlah kekuatan pasukan Indonesia tidak seimbang dengan Belanda yang jauh lebih banyak dan bersenjata canggih.

Dalam pidato tersebut Bung Tomo terus menyuarakan semangat kepada para pejuang Indonesia dengan mengatakan, "Lebih baik kita hancur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline