Lihat ke Halaman Asli

Paradigma Ilmu Pengetahuan

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Paradigma mempunyai banyak definisi, tergantung pandangan yang digunakan. Paradigma laksana jendela untuk mengamati dunia luar, tempat orang menjelajahi dunia. Karenanya, banyak orang yang menyebut paradigma sebagai perspektif. Namun secara umum, paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Thomas Khun (1922-1996) paradigma sebagai seperangkat keyakinan mendasar yang memandu tindakan, baik tindakan keseharian maupun dalam penyelidikan ilmiah (Guba, 1990). Selanjutnya paradigma diartikan sebagai ausmsi, untuk dapat pada asumsi itu, harus ada perlakuan empirik (melalui pengamatan) yang tidak terbantahkan. Dengan demikian, paradigma dapat disebut sebagai jendela mental, yakni ‘frame’ yang tidak perlu dibuktikan kebenarannya karena masyarakat pendukung telah mempercayainya. Banyak paradigma yang digunakan oleh masyarakat, seperti paradigma agama, paradigma hukum, paradigma pencarian ilmu pengetahuan, paradigma olahraga dan sebagainya.

Dalam pengembangan paradigma ilmu dan mengetahui bagaimana mengetahui paradigma ilmu yang digunakan? Dapat dilihat dari cara pandang seseorang dalam menjawab dimensi pertanyaan yang menjadi aspek filosofis dan aspek metodologis dalam penemuan ilmu pengetahuan, yaitu dimensi ontologis, dimensi epistimologis, dan dimensi metodologis. Pandangan ringkas dari dimensi yang dimaksud adalah:

a.Dimensi ontologis: apa hakikat dari sesuatu yang dapat dikatahui, atau apa hakikat dari suatu realitas?

b.Dimensi epistimologis: bagaimana hakikat hubungan antara pencari ilmu dan objek yang ditemukan?

c.Dimensi metodologis: bagaimana suatu metode digunakan untuk menemukan kebenaran suatu ilmu pengetahuan.

Jawaban dari pertanyaan tersebut akan menentukan posisi paradigmatik seseorang atau menentukan paradigma yang akan dipakainya dikemudian hari.

Dimensi Ontologi: Periset kuantitatif memandang hal yang diteliti atau kenyataan sebagai objek, berada diluar sana, bebas dari penelitinya dan dapat diukur secara objektif dengan menggunakan instrumen dan kuesioner. Sebaliknya bagi periset kualitatif satu-satunya kenyataan adalah disusun oleh individu yang terlibat dalam situasi penelitian.

Dimensi Epistimologi: Dalam penelitian kuantitatif, periset harus mempertahankan jarak dan bebas dari objek yang diteliti. Jadi, dalam survey dan eksperimen, periset berusaha mengontrol bias, memilih contoh yang sistematis, dan berusaha objektif dalam meneliti suatu situasi. Sebaliknya dalam penelitian kualitatif, periset justru berinteraksi dengan objek yang diteliti.

Dimensi Metodologi: Penelitian kuantitatif dilakukan dengan menggunakan logika deduktif,teori serta hipotesis yang diuji dalam urutan sebab-akibat. Sebelum dilakukan penelitian, konsep-konsep, variabel, dan hipotesis dipilih terlebih dahulu. Dan yang terpilih akan terus bertahan secara statis. Sebaliknya, dalam penelitian kualitatif, digunakan logika berpikir induktif. Kategori-kategori muncul dari interaksi antara periset dan para informan. Pemunculan seperti ini lebih kaya memberi informasi dan terikat pada konteksnya, menuju teori-teori yang membantu menjelaskan suatu gejala.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline