Lihat ke Halaman Asli

Manusia Sebagai Subjek Penelitian

Diperbarui: 17 Juni 2015   09:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Berbeda dengan ilmu-ilmu yang lain... Misalnya, dalam biologi yang dipelajari adalah jaringan saraf-saraf pada manusia, tumbuhan, hewan. Teknik informatika yang dipelajari komputer dan perangkat-perangkatnya. Kimia mempelajari susunan, struktur sifat, perubahan energi yang menyertai suatu perubahan materi. Matematika, bergulat dengan angka-angka. Arsitek, mengobrak-abrik bangunan... Lalu, what is learned by psychology?.

MANUSIA... objek kajian dalam psikologi adalah “manusia”. Dengan cara melihat bagaimana perilaku manusia dan aplikasinya pada masalah yang dihadapi baik tingkah laku yang tampak maupun tidak tampak, sederhana maupun kompleks, rasional maupun irasional... Ketika membicaran manusia maka tidak bisa terlepas dari beberapa aspek, terutama soal kejiwaan. Jiwa adalah aspek penting yang dapat mempengaruhi seluruh anggota tubuh manusia. Jiwa bukan tubuh, karena sekalipun tubuh mereka telah gugur, namun jiwa mereka tetap hidup. A-Qur’an menyebutkan dalam surah as-Sajdah: 9. Jadi jiwa adalah cerminan dari ruh seperti halnya perilaku cerminan dari jiwa.

Jiwa berasal dari sesuatu yang hidup, dalam keadaan bodoh, ceroboh, tidak sabaran, merasa paling benar, sombong, serakah. Oleh karena itu Tuhan menciptakan dunia beserta isinya untuk pelampiasan nafsu manusia, namun Tuhan juga memberikan “akal” agar manusia dapat memilah dan memilih, sehingga akal tersebut bisa menggugah manusia atas keterbuaiannya terhadap dunia beserta isinya untuk mengingatkan akan hakikat nasib.

Menurut Al-Kindi jiwa sifatnya tidak tersusun; bersifat spiritual, ilahiyah; terpisah dan berbeda dengan tubuh. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, jiwa adalah kekuatan yang menyebabkan hidupnya manusia; menyebabkan manusia dapat berpikir, berperasaan dan berkehendak; menyebabkan orang mengerti akan segala gerak jiwanya.

Fakhruddin al-Razi membedakan tingkatan jiwa pada manusia. Tingkatan tertinggi adalah tingkat yang menghadap ke alam ilahi (al-sabiqun) tingkatan ini hanya dapat diraih dengan melakukan praktek spiritual (al-riyadiyah al-ruhaniyah) dengan istiqomah. Tingkatan kedua adalah tingkatan pertengahan (al-muqtasidun)yang dapat dicapai dengan ilmu akhlaq (‘ilm al-akhlaq) dan tingkatan yang terakhir adalah tingkatan paling rendah, yaitu jiwa manusia yang sibuk mencari kehidupan duniawi (al-dholimun). Maslow mengemukakan bahwa orang yang mencari aktualisasi diri maka dia telah mengalami pengalaman puncak (peak experience).

Kekuatan jiwa menurut Immanuel Kant ada tiga, yaitu: Kognisi, berhubungan dengan pengamatan, pemikiran, pengenalan, pencapaian pengetahuan dan kesdaran. Emosi, berhubungan dengan perasaan (rasa sedih, susah, marah, bahagia dsb). Konasi, berhubungan dengan hasrat, keinginan atau kemampuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline