Lihat ke Halaman Asli

Milasari

Penyuka buku

Upaya Mendukung Urban Farming "Aku dan Air"

Diperbarui: 11 September 2019   21:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Go urban farming. sumber: sustainablecompetitiveness.wordpress.com

 "Eh, malam minggu besok mau kemana Lin?" tanya Hesti kepadaku sore ini.

"Sepertinya aku enggak keman-mana?"

"Loh, kenapa? Tumben sih Lin! Biasanya kamu tuh paling gencar ngajakin kita malam mingguan gitu!" Hesti terus mencercaku dengan pertanyaannya. Aku tak bergeming dan terus merapikan buku-buku pelajaran milikku.

"Lin, diajak ngomong kok diem saja! Ada apa sih, tumben bener!"

"Enggak kenapa-kenapa. Aku tuh cuman kepikiran saja sama omongan Pak Gunadi selaku Kepala Desa dengan penjelasan Pak Hendro tentang Pencemaran Lingkungkan kemarin." Kami mulai berjalan menyusuri koridor sekolah untuk pulang.

Dalam perjalanan pulang, kami terus memeluk keheningan. Tak ada obrolan apapun sampai di perbatasan, hingga kami melintasi sungai yang airnya tampak keruh dan menggenang karena tersumbat sampah dimana-mana.

"Kau lihat Hes, ini semua akan mengakibatkan banjir. Tidak hanya itu, udara dan air pun akan ikut tercemar." Aku berhenti di sisi sungai dan terus memandangi sungai yang alirannya tersumbat oleh sampah.

"Lalu, kita ini bisa apa Lin? Selain hanya mampu melihat situasi ini tanpa tindakan."

"Tidak, kita tidak akan berdiam diri seperti ini saja. Kita harus bertindak. Haruss!" Aku meyakinkan Hesti agar kita sama-sama melakukan sesuatu. Aku lantas menyeret pergelangan tangannya, tanpa izin terlebih dulu.

"Eh, Merlin. Lu mau ngapain, hah?" cercanya.

"Kita harus ke rumah Pak Gunadi sekarang Hes! Aku akan memberi usulan tentang rencana Pak Gunadi kemarin."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline